Kamis, 15 Desember 2011

Fans Tak terduga (Curhatan dari Diary Megan)

     Bontang, 12 Mei 1996
    15.08 WITA
    Namaku Adinda Tengku Megandana. Nama yang menurutku sangat panjang dan ribet, tetapi, bukan hal yang masalah, cukup panggil aku Megan. Aku adalah seorang siswi atau bisa dibilang cewek yang biasa aja, jarang punya prestasi, dan kurang bekenlah pokoknya kalau di sekolah ataupun dimana pun. Aku cuman siswi yang biasa aja. Aku sekolah, di sekolah elite di Kota Bontang, Kaltim, yaitu SMP Vidatra. Yaah…aku cukup banggalah sekolah disana. Sekolahnya bagus, gedungnya lumayan besar, fasilitasnya cukup banyak dan menarik, dan guru-guru disana juga cukup ramah. Seneng, sih! Cuman, aku kurang suka. Karena itu. Aku jarang punya prestasi, tapi kepengen beken. Aneh, kan? Aku cuman ikut satu eskul, yaitu English Club, selebihnya nggak, males, sih. Tapi, nggakpapalah, yang penting sudah ikut satu eskul di sekolah, menurutku itu sudah lumayan banget. Selain mengikuti kegiatan di sekolah, aku juga ikut kegiatan di Kantor Penerbitan Koran Harian Bontang Post, yaitu student journalism. Disini, kita diajari cara menjadi seorang wartawan di sekolah, desain fotografer, pokoknya hal-hal yang berhubungan dengan jurnalistiklah! Setiap senin sore, kita selalu rapat mingguan di kantornya. Asyik sama seru, deh! Juju raja, pertama kali aku tahu tentang kegiatan ini, saat salah satu cerpenku yang berjudul Nightmare di terbitkan. Saat itu, aku kan, iseng-iseng mengirim cerpenku lewat email kepada Bontang Post, dan berharap diterbitkan, dan, eh, bener! Ternyata langsung diterbitkan besoknya. Terus, sama Mas Hendry, aku ditawarin untuk kegiatan itu. Akhirnya, jadilah aku ikut kegiatan itu. Di kegiatan itu, anak-anaknya banyak, nggak hanya aku. Ada dari SMPN 1, SMAN 1, SMAN 2, dan SMAN 3, sementara dari SMP Vidatra, hanya aku sendiri. Aku sudah pernah, sih, tawarin temen-temen sekolahku kegiatan ini, tapi, katanya mereka kurang suka. Jadinya, aku sendiri deh, anak Vidatranya! Tapi, nggakpapa deh, yang penting aku punya banyak teman disana. Haha…Di kegiatan ini, kami terbagi menjadi dua, ada jurnalis/ wartawan dan fotografer. Karena aku sudah cinta matinya sama menulis, aku pilihnya jadi jurnalis, dong! Soalnya lebih seru. Aku bisa wawancarain temen-temen sekolah maupun guru-guruku, Hahay! Sudah banyak sekali cerpen maupun artikelku yang dimuat di Koran Harian Bontang Post, karena kata Mas Hendry, setiap aku membuat artikel ataupun cerpen, selalu bagus banget. Kata Mas Hendry, “Megan, kamu baru jadi wartawan disini, tapi, kalau buat artikel kamu selalu bagus banget! Salut, deh sama kamu,” katanya. Duuh…please deh, siapa sih, yang nggak seneng dipuji kayak gitu? Pujian-pujian itu tentunya nggak bikin aku besar kepala, tetapi membuatku lebih semangat lagi dalam menulis maupun belajar. Setelah satu bulan aku mengikuti kegiatan student journalism ini, nilai-nilai pelajaranku sangat, sangat, dan sangat membaik. Usai ujian semester satu kemarin, aku sempat menjadi juara kelas, loh! Wiih…seneeng banget, bikin papa-mama, dan tentunya aku bangga.  Jujur, sebenernya aku seneng banget sudah jadi wartawan sekolah walaupun masih dalam tahap pembelajaran, tapi, aku masih punya satu keinginan terpendam. Apa? Aku pengen beken di sekolah. Kenapa ya, aku pengen beken? Aku pengen beken bukan karena ingin memamer-mamerkan skill dan bakat aku, tapi, aku ingin punya banyak teman dan pengen merasakan, gimana sih, rasanya beken itu? Aku jujur, suka ngiri kadag ngeliatiapa sih, Annabelle, WAKETOS sekolahku yang beken dan dikenal sama anak-anak satu sekolah, aku kan, juga pengen begitu! Siapa sih, yang nggak pengen beken? Tapi, kayaknya sulit, deh! Selain karena aku kurang aktif di estrakurikuler sekolah, aku juga nggak punya prestasi! Haha…Kasihan banget sih, aku, pengen beken, tapi, nggak punya prestasi! Haha…Tapi, taulah! Semoga impian itu bisa tercapai. Amiin…
     Hari itu Hari Senin. Seperti biasa, aku datang ke sekolah seperti biasanya. Biasa aja dan nggak terlalu spesial banget, tetapi, pagi ini, nggak tahu kenpa, aku kok bawaannya seneng dan bahagia banget. Bawaannya ceria dan pengen senyum melulu. Aneh! Sampai-sampai, Mas Bagus, kakakku bilang, “Kamu itu, gila kah, Dek? Dari tadi senyum melulu?” “Eh, Aku itu nggak gila, Mas! Normal. Kalau gila, dari kemarin aku sudah masuk rumah sakit jiwa, tapi, emang bener sih, nggak tahu kenapa dari tadi aku bawaannya bahagia banget,” jawabku sedikit gondok karena dibilangan gila sama kakakku.
     Pas sampai sekolah, biasa aja (kan, udah kubilang), upacara seperti biasa, setelah itu dilanjutkan dengan belajar di kelas. “Megan, ajarin aku anomali air, dong! Aku, ngagk ngerti, nih,” kata Siska, teman sebangkuku. “Oke, mana bukunya?” tanggapku cepat smabil tersenyum kepadanya. “Nih,” dia menyodorkanku buku cetak fisikanya. “Jadi, Anomali air itu…bla…bla...bla…,”
    “Selamat pagi, Anak-anak,” sapa Bu Rasti, Guru Fisikaku, hangat. “Pagi, Bu…,” koar anak-anak satu kelas. “Baik, keluarkan buku fisikanya. Eh, ya! Ada pengumuman. Nanti, kalian pulangnya cepat. Soalnya, kakak kelas 9 kalian, mau melaksanakan latihan ujian, “ “HOREEE…!” Anak-anak satu kelas berteriak heboh. Aku sih, cuman biasa aja. Senyum. “Bu, Kita jam berapa pulangnya?” tanya Rhido, anak cowok paling bawel di kelasku. “Kemungkinan jam sebelas kurang,” jawab Bu Rasti singkat. “Yippie!!! Jam sebelas, cepatlah datang…!!!” teriak anak-anak lagi. Bu Rasti yang melihatnya cuman bisa geleng-geleng kepala.
    TEET…! TEET…! Saatnya break time dan pelajaran selanjutnya adalah Sosiologi, dengan kata lain, pelajaran yang sangat-sangat aku cintai! “Baik, Anak-anak, silahkan istirahat,” ujar Bu Rasti mempersilahkan kami keluar kelas. Abis salaman, langsung aja, deh, kami ngeloyor keluar kelas, tanpa merapikan meja yang kursi yang bisa dibilang kayak kapal pecah. Dasar, anak sekolah zaman sekarang. Malasnya…minta ampun, ciiiin..!
     “Megan…!” teriak seseorang yang suaranya sangat familier di telingaku. Aku menoleh dan mendapati sesosok remaja perempuan tinggi dengan rambut panjang dan kulit putih yang bersih. “Manda…?” Remaja itu mendekatiku. “Megan…Aku kangen banget sama kamu!!!” Dia memelukku seperti sudah bertahun-tahun tidak berjumpa. “Hei, Santai! Kamu ini, kayak lima tahun aja deh, kita nggak ketemu,” ucapku. “Iya, iya, sorry,” katanya seraya melepaskan pelukannya dari tubuhku. “Aku punya sesuatu untukmu…ini gantungan kunci asli dari Pula Dewata, Bali,” katanya sambil menyodorkan sebuah cinderamata menarik kepadaku. Aku menerimanya dengan senang. “Thankies banget, yah!” kataku. Dia hanya mengangguk sambil merangkul pundakku dan mengajak diriku ke bangku taman. “Hei, Friend, Gimana dengan tugas jurnalismu? Masih gabung di Bontang Post?” tanyanya. “Masih, dong! Tapi, sekarang kita lagi libur, soalnya anak-anak negerinya masih ulangan semester,” jelasku. Manda hanya senyum- senyum. “Jujur, Aku itu bangga banget loh, punya best friend hebat dan keren kayak kamu! Udah pinter, cantik, jadi jurnalis hebatlagi! Kagum…,” katanya. “Alah, aku biasa aja, kok. Tuh, na, keren, Annabelle, Waketos kita,” kataku. “Ahh, Kalau menurutku kamu sama Annabelle masih hebatan kamu. Annabelle, emang sih lumayan pinter, tapi, dia nggak punya kelebihan yang menonjol. Dia itu, cuman menang cantik doang, Sis…,” kata Manda. Aku hanya diam. “Mmm…By the way, Gimana kabarnya kakakmu itu, Mas Bagus? Baik-baik aja?” tanyanya. “Yah, baik-baik saja dia. Tambah nyebelin, tau!” jawabku. Dia ketawa garing. “Eh, jadi sodari harus akur, dong! Masa nggak akur?” “Iiih…gimana mau akur? Orang dia nyebelinnya selangit gituh? Kamu mah, enak sodaranya cewek, sehati, nah aku? Sudah cowok, nyebelin, hiih…jail lagi!” gerutuku. “Haha…Sabar aja!” katanya sambil tertawa biasa.
    TENG-TENG-TENG! Saatnya bel masukan. Aku langsung berlari secepat kilat ke Ruang 16, Ruang Sosiologi, takut-takut kalau Pak Yudhit sudah datang, aku nggak dibolehin masuk! (Waah…nggak seru!). “Ohayou Gozaimasu, Minnasan!!!” sapa Pak Yudhit, Guru Sosiologiku, dalam Bahasa Jepang. “Ohayou Gozaimasu, Yudhit Sensei,” balas anak-anak kompak. Lah, iki pelajaran basa jepang opo sosiologi, toh? Awakku bingung, tapi ya uwis, ora popo, yang menting nggak pakek Bahasa Alay yang bikin kepalaku mau pecah! 4q@t43k456n5m3...
    “Oke, semuanya…Hari ini, Bapak akan memberikan kalian latihan. Kemarin kan, kita sudah membahas tentang letak kehidupan sosial primer dan sekunder, sekarang saatnya latihan,” kata Pak Yudhit sambil membetulkan letak kacamatanya. “Yaah…Bapak,” anak-anak langsung mengeluh satu kelas. “Soalnya, susah nggak, Pak? Masuk nilai atau enggak?” tanya Nina. “Nggak kok, Sayang…Ini tidak masuk nilai dan tidak susah. Kalau memerhatikan, pasti bisa jawab semaunya,” kata Pak Yudhit dengan suara lemah-lembut.
    Usai Pak Yudhit membagikan semua soal kepada anak-anak, kami pun mulai mengerjakan soal tersebut. Karena menurutku soal itu mudah, aku pun mengerjakannya dengan tenang dan teliti supaya bisa dapat seratus.
     Disaat kami semua sedang tenang-tenangnya mengerjakan soal, tiba-tiba…BRAK! Seseorang membanting pintu dengan keras, membuat sebagian teman-teman kelasku tercengang, begitu juga denganku. Aku menoleh. Tampak segerombolan anak-anak SMA masuk kedalam kelas, lalu mendekatiku dan…mereka memelukku! “Megan…Megan…Megan…,” mereka berteriak-teriak lalu memeluki tubuhku. Aku sangat-sangat tercengang begitu juga dengan teman-temanku. “Megan, Aku suka kamu!” “Megan, I Love You!” “Megan, Iam your fans forever!” Pokoknya banyaklah yang teriak-teriak memuji aku. Aku benar-benar shock banget dan mau pingsan karena nggak bisa napas. Pak Yudhit yang kaget akan hal ini, menenangkan puluhan anak-anak SMA yang tiba-tiba brobos masuk kelas. “Hei-Hei, Tenang! Ada apa ini? Siapa kalian?” tanya PakYudhit. “Kami dari komunitas Megan_Forever Lovers. Kita semua disini jauh-jauh dari Samarinda dan Balikpapan, cuman pengen ketemu sama Megan,” jawab salah stau dari mereka. “Apa? Megan_Forever Lovers?” tanyaku tercengang. “Iya, Megan, kami semua adah fans kamu. Fans sejati kamu. Kami semua cinta kamu…,” teriaknya. Sumpah, aku mau pingsan! Apa-apaan ini? Fans? Sejak kapan aku punya fans? Gila! Kayaknya ada yang ngerjain aku, nih. “Fans? Tapi, kenapa kalian suka sama saya? Saya kan, bukan artis,” jawabku pendek. “Iya, tapi kamu jurnalis! Kita sering baca artikel-artikel keren dari Koran Bontang Post. Sumpah keren banget, makanya kita semua suka dan ngefans banget sama kamu!” Aku langsung naik darah. Shock. Nggak percaya. Speechels. MAMA…TOLONGIN AKU!!! AKU MAU PINGSAN…!!! AKU BUTUH OKSIGEN, MA! MAMA…! MAMA…!!! “Jurnalis?” Anak-anak di kelasku maupun Pak Yudhit bingung. “Apa? Kalian semua nggak tahu Megana ? Oh my God…Dia itu jurnalis hebat tahu, yang tulisan-tulisannya sering nongol di Bontang Post…nggak pernah baca??? Dia itu beken banget di Koran, bahkan sampai dapat penghargaan dari Bapak Walikota Bontang! Nggak pernah baca Koran? HAHH??” tanya salah satu dari mereka, frustasi. Anak-anak satu kelas sama Pak Yudhit masih diam. Aku juga diam. Hening. Tiba-tiba…”Megan!!!” anak-anak itu kembali mengerubungiku lalu memelukku. Aku hanya diam. Tiba-tiba, Pak Andry, Guru BK-ku dan Bu Rita, wali kelasku datang ke Ruang 16. “Mbak, Mas, Semuanya! Kalian itu membuat rusuh sekali. Ada apa ini?” tanya Bu Rita. “Bu, Pak, Kami dari komunitas Megan_Forever Lovers pengen ketemu sama Megan. Dia jurnalis hebat, karyanya sering muncul di Koran Bontang Post,” Bu Rita sama Pak Andry, langsung diam. “Iya, oke, tapi, Anda bisa lanjutkan pertemuannya saat istirahat. Istirahat tinggal lima menit lagi,” kata Pak Andry. Anak-anak itu langsung bubar sambil melambaikan tangannya kepadaku. Aku hanya tersenyum senang sambil balas melambai.
    TENG-TENG-TENG! Bel istirahat kedua pun berbunyi. Anak-anak pun langsung keluar. Tiba-tiba, saat aku dan anak-anak lain keluar, anak-anak SMA yang tadi yang ‘katanya’ ngefans sama aku, melakukan kegiatan ‘aneh’ di lapangan upacara. Mereka berteriak-teriak ;ewat toa, memanggil-manggil anak-anak satu sekolah. “HEI! HEI! SEMUANYA…KAMI DARI KOMUNITAS MEGAN_FOREVER LOVERS INGIN MENGAJAK KALIAN UNTUK GABUNG! MEGAN…MURID SEKOLAH INI ADALAH JURNALIS HEBAT! DIA MEMANG TIDAK DIAKUI KEHEBATANNYA DI SEKOLAH…TAPI…DIA SANGAT DIAKUI DI BEBERAPA MEDIA MASSA MAUPUN CETAK…MEGAN JURNALIS HEBAT!” Kemudian, anak-anak itu menarikku ke depan, sehingga aku disaksikan sama seluruh anak-anak satu sekolah maupun guru-guruku. “Hei, Lihatlah semua! Bukalah mata kalian! Dia seorang jurnalis hebat. Dia sesosokk orang yang tangguh yang menulis sepenuh hati lewat kata-kata mutiaranya. Dia orang hebat, keren, dan seseorang yang pantas diakui! HEI LIHATLAH! Mungkin, dia tidak berprestasi lewat akademik, tapi, dia punya prestasi membanggakan di bdinag lain. HEI LIHATLAH SEKARANG! ORANG HEBAT DI DEPANMU…,” teriak anak-anak Megan_Forever Lovers. Aku hanya tersenyum senang dan bahagia, seolah tak percaya. Anak-anak satu kelas menatapku, lalu satu per satu dari mereka, mulai berbaris rapi, lalu bersalaman denganku. “Selamat ya, Anak hebat!” ujar salah satu dari mereka. “Selamat ya, Kamu hebat! Terus semangat menulis,” kata guru-guruku yang ikut menyalamiku. Aku hanya tersenyum manis, sambil mengucapkan terima kasih. Duh, serius nih, aku bahagia banget. Rasanya kayak mimpi tapi, nyata. Aneh!
    “Jadi, kalian bentuk komunitas ini sejak kapan?” tanyaku kepada Megan_Forever Lovers usai acara salam-salaman itu. “Sudah dua bulan yang lalu. Kita buatnya lewat facebook, twitter, yahoo koprol, sama plurk,” jelas Kak Dinny, salah satu dari mereka. “Pertama kali kakak tahu aku, dari mana?” tanyaku lagi. “Yaah, waktu tulisan-tulisanmu mulai terbit. Suer, deh, kerenbanget, loh! Aku aja, yang suka nulis, tulisannya nggak sebagus punya kamu,” puji Kak Ratih. “Thank’s, ya, All!” “Yo’re welcome,” jawab mereka serempak. “By the way…Kamu digaji nggak sama pihak Bontang Post kalau habis menulis-nulis di koran?” tanya Allisa. “Nggak. Kna, aku masih student journalismnya. Setahuku, kalau masih student journalism tidak digaji,” jawabku. “Iiih…masa, sih? Nanti deh, aku bilangin ke kakakku supaya kamu digaji,” kata Allisa. “Loh, memang, kakak kamu kerja di Bontang Post?” tanyaku heran. “Iya. Mas Hendry, dia kakakku,” kata Allisa. “Do you really serious?” tanyaku kepada Allisa. “Yes, iam very really,” “Waah…asyik nih, sekarang temenan sama adiknya redaktur! Haha…,” tawaku. Allisa hanya tersenyum. “Nggak usah, Lis. Aku juga nggakpapa kok, nggak digaji. Lagi pula, kalau tulisanku sudah dimuat, aku sudah seneng banget, kok,” kataku. Lalu, kami pun melanjutkan perbincangan kami kembali di bangku taman itu.
    “Sekarang, sudah jam dua belas siang, Kita, pulang dulu, ya, Megan! Kapan-kapan, kita sambung lagi,” kata Kak Ratih, ketua Megan_Forever Lovers. “Oh, iya, Kak. Hati-hati di jalan, ya! Dengarin pesanku. Tetap jadi teman-teman baikku, jangan lupain aku, tetap semangat, dan jangan putus asa. Kalian hebat! Semua hebat! Tunjukkan prestasi kalian,” kataku member semangat. “Okey, Megan! Thanks for your ambition!” kata mereka semua serempak. Lalu, kami pun mulai saling say goodbye dan mulai meninggalkan taman SMP Vidatra yang luas itu.
    “Assalamu’alaikum, Mama! Papa! Mas Bagus!” sapaku setibanya di rumah. “Wa’alaikum salam. Sayang, coba kamu lihat ruang tamu. Penuh kado dan bingkisan, katanya dari fans kamu,” kata Mama. Aku tercengang. Waow…Banyak banget hadiahnya! “Iya, Ma, tadi aku sudah ketemu sama fans aku di sekolah. Mereka tadi datang ke sekolah,” kataku. “Waah…Mama bangga deh, punya anak kayak Megan. Baik, pintar, sekarang sudah beken, nih! Tapi, pesan Mama, jangan sombong ya, tetap rendah hati,” kata Mama sambil memelukku. “Nih, hadiah dari Papa juga. Semoga selalu sukses,” kata Papa sambil mengecup keningku. “Selamat juga ya, Dek…Sudah punya fans. Jangan sombong, baik-baik sama orang,” kata Mas Bagus sambil mencium pipiku. Loh? “Eh, kok, tumben cium pipiku? Pasti ada maunya, nih,” tanyaku heran. “Kamu memang nggak mau ya, dicium sama masmu yang ganteng ini?” tanya Mas Bagus. “Bukan, tumben aja. Biasanya, jail melulu,” kataku. “Iya, tapi, sekarang sudah…sayang,” kata Mas Bagus, lalu seketika itu pun dia mengangkat tubuhku dan menggotongnya masuk ke kamar. “Mas…Turunin aku! Cepetaaan…!” teriakku. “Nangis dulu, baru aku turunin,” katanya simpel. Yaah…kumat lagi dah, jailnya kakakku!
    Semenjak datangnya Megan_Forever Lovers, aku merasakan adanya perubahan saat aku datang ke sekolah. Saat aku memasuki gerbang sekolah, aku melihat segerombolan anak-anak satu sekolah pada memandangku sambil tersenyum hangat. Malahan, salah satu dari mereka menyapaku, “Selamat Pagi,” sapanya. “Pagi,” balasku hangat. Lalu, diantara mereka ada yang menemaniku sampai kelas, mengajakku ngobrol , mengajakku jadi best friendsnya, dan masih banyak lagi. Anak-anak mulai banyak yang meminta tanda tanganku, fhotoku, maupun segala macam tulisan-tulisanku. Mereka bahkan, mengajakku janjian buat malam minggu. Waah…seru nih, banyak temen! Tapi, tetap be yourshelf dan tidak boleh sombong. “Megan…Weekend aku mau main ke rumahmu, ya!?” kata Kak Loone, KETOS. “Sip! Aku tunggu,” kataku mengiyakan. Waah…sungguh menyenangkan! Inilah mungkin karunia Allah dan mungkin, inilah saatnya Allah mengabulkan permintaanku…Thanks, God!
    Aku duduk di sebuah bangku yang berada di taman bunga, sembari menikmati secangkir cokelat panas yang begitu lezat dan menyeduh hati. Sesekali, aku memandang ke langit, dan melihat awan putih bergulung-gulung yang begitu indah, yang dipadukan dengan pesona langit yang berwarna biru muda. Burung-burung, tampak berterbangan, membentangkan sayapnya lebar-lebar, dan berterbangan melintasi dunia. Sungguh, indahnya ciptaan Tuhan dan nikmatnya kita mensyukuri atas apa yang telah diberikan oleh-Nya. Dunia ini indah…lika-liku kehidupan penuh warna…kehidupan dihiasi dengan sinar kecerahan…Dunia ini memang rumit, tapi penuh warna. Maknai kehidupan dengan senyuman dan kecerahan, lewati suka-duka kehidupan, dan rasakanlah…Karunia Tuhanmu yang begitu indah dan begitu agung…Selalu semangat dan selamat berjuang meraih mimpimu di dunia yang indah ini! Be Successfully!
Bontang, 22 Mei 1997
17.36 WITA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar