Senin, 02 Januari 2012

Mama, Aku Hamil...!

 Guys, Ini adalah sebuah cerpen motivasi untuk kita, sebagai seorang pelajar, agar kita tahan godaan dari dunia remaja yang begitu menggoda dan dunia pergaulan bebas remaja yang menggelora. Aku berharap, kalian mendapatkan hikmah bermanfaaat dari cerpen yang aku dapatkan ini...
*
    Di sebuah club ternama. Tempat berkumpulnya kaum jetzet. Musik menghentak. Beberapa orang bergerombol di bawah lampu untuk sekadar bergoyang. Beberapa lagi bergerombol dimeja-meja yang tersedia. Vonny bersama teman-teman sedang menikmati malam di sana. Duduk disalah satu meja yang tersedia. Gelas-gelas wine terserak di atas meja, beberapa botol minuman yang masih utuh, puntung rokok juga asbak. Sesekali Vonny menggoyangkan pinggul dari kursinya. Tertawa lepas bersama teman-teman wanitanya. Juga seorang pria, suami Vonny yang masih muda…
    Dialah artis yang selalu berperan sebagai seorang ibu jahat dalam setiap film maupun sinetron. Pemeran antagonis. Usianya 45 tahun. Malam minggunya ia habiskan bersenang-senang bersama teman - temannya. Malam lainya ia habiskan di lokasi syuting.
***
    Di sebuah rumah mewah berlantai dua. Amanda menghabiskan malam minggu di rumah, nonton DVD sendirian. Menunggu kepulangan sang Mama tercinta. Sang mama yang saat ini sedang bersenang-senang di club. Usianya 17 tahun. Masih duduk di bangku SMA. Ia anak tunggal dari sang artis, Vonny. Ayahnya meninggal kala Amanda masih balita. Kemudian Vonny menikah lagi dengan pria lain beberapa tahun lalu.
Kala asyik sendiri, tiba-tiba Hp Amanda berdering, telepon dari seorang sahabat.
“Manda, ikut kami yuk…” Suara di seberang sana. Seorang teman SMAnya.
“Ke mana Lin??”.
“Udah ikut aja. Nanti kita jemput ya? Ada banyak teman-teman lain. Sekarang kamu siap-siap aja. Okay??”
    Tanpa pikir panjang, Manda mengiyakan ajakan teman SMAnya, sekadar iseng, sekali-kali, mengusir sepi.
   Itulah pertama kalinya Amanda menginjakan kaki di club malam. Pertama kalinya ia merasakan minuman beralkohol. Pertama kali ia mabuk. Dan pertama kalinya ia pulang larut.
***
   Amanda mulai merasakan kenyamanan di luar sana. Hingga malam malam minggu selanjutnya ia habiskan di tempat-tempat keramaian, bersama para teman. Mengusir sepi yang melanda. Melengkapi hari yang membosankan. Itu menurutnya. Pergaulan bebas tanpa batas… Tak ada yang melarang. Tak ada yang memperhatikan…
   Amanda kini menjadi gadis yang suka keluyuran malam. Bersama beberapa teman. Sepulang sekolah ia habiskan waktu di luaran. Pulang dalam keadaan mabuk tak beraturan. Nilai sekolahnya jeblok.
   Vonny tetaplah Vonny. Seorang ibu yang sibuk sendiri. Dengan karier dan kesenangan semata. Tanpa memperhatikan Amanda putri satu satunya.
Hingga suatu hari Amanda sakit. Hanya pembantu dan sopirnya yang mengantarkan ke dokter. Vonny masih terus sibuk dengan kariernya. Amanda gadis manis yang kesepian.
***
Hari berlalu, bulan berganti.
   Vonny tetaplah Vonny. Seorang ibu yang masih tetap mengejar karier. Tanpa disadari, hari-hari Amanda mulai berubah. Gadis periang ini kini lebih banyak murung. Gadis yang dulu ceria kini lebih suka melamun. Sepulang sekolah lebih banyak menghabiskan waktu di kamar. Mengurung diri seharian. Tanpa memperdulikan teriakan Bi Onah yang menyuruhnya makan.
    Terkadang ia memilih berendam di bathtub berjam-jam. Hingga malam menjelang. Menangis sendirian. Tanpa ia tau apa yang harus ia lakukan. Batinnya tersiksa… Ia terluka…
***
Disuatu pagi…
    Amanda memberanikan diri mengetuk pintu kamar sang mama. Dengan rambut tak berturan, dengan baju tidur seadanya sang mama membuka pintu.
“Ada apa Manda? Pagi-pagi sudah ganggu mama?”. Dari mulutnya masih tercium aroma alkohol.
Ragu Amanda menyampaikan. Namun tekadnya sudah bulat. Ia telah memutuskan. Sebuah kalimatpun meluncur dari bibir mungilnya.
“Mama… AKU HAMIL…!”
“WHAT??!!?”.
   Amanda sudah mengira ibunya akan marah. Ia siap dengan apapun yang nantinya akan di lakukan sang Ibu. Ibu mana yang bisa terima anaknya hamil sebelum menikah???
    Amanda putri tunggalnya yang dianggapnya masih anak-anak, memberikan kabar mengejutkan di pagi hari, baginya ini adalah musibah… Ia merasa dunia ini seperti kiamat.
    Ingin sekali ia menampar sang putri, namun  urung ia lakukan. Amanda diam menunduk. Memaku di depan pintu. pasrah dengan segala yang akan terjadi. Sakitnya beberapa waktu yang lalu bukanlah sakit biasa. Sakit tersebut merupakan akibat dari perubahan hormon di badannya.
   Vonny pikiranya melayang… Bagaimana bila media tau putri sang artis tengah hamil? Sementara ia masih anak SMA? Ia belum menikah?? Kariernya akan hancur….!
***
“Jangan salahkan ia dengan kejadian yang menimpanya. Akulah yang bersalah… Aku bukanlah ibu yang baik baginya…
   Kata-kata yang Vonny ucapkan kepada kepala sekolah. Amanda kini resmi keluar sekolah. Penyesalan. Mengapa selalu datang terlambat?
   Diam-diam Vonny setiap kali menangis. Tanpa sepengetahuan Amanda. Tanpa sepengetahuan suaminya. Juga pembantu rumah tangganya. Saat syuting, berkali - kali ia membuat kesalahan. Beban dirinya terasa berat. Bila sudah begitu, ia akan berlari ke mobilnya, menumpahkan segala emosinya, menangis sepuasnya…
    Vonny mulai membenahi diri. Mengontrol emosi. Tak ada satu tamparanpun untuk sang putri, meski ia telah membuat aib. Kini dirinya tak peduli dengan gosip di media yang mungkin sebentar lagi akan menimpanya.
“Siapakah yang telah berbuat itu nak???”
   Pertanyaan yang sama. Telah puluhan kali ia ucapkan. Namun Amanda memilih bungkam. Dan lagi-lagi Vonny menyerah. Membiarkan putrinya terbebas dari tekanan pertanyaanya.
“Baik. Mama tak akan bertanya lagi. Jangan pikirkan pertanyaan mama. Rawat bayi yang ada di perut kamu. Besok kita ke dokter lagi… Makan yah?? Mama suapin…?”
   Baru kali ini Amanda merasakan sentuhan lembut seorang ibu. Tak terasa air matanya mengalir. Vonny memeluknya. Mengusap lembut rambutnya.
“Manda sayang mama….”
   Keduanya kini menumpahkan segala rasa yang hilang selama bertahun-tahun lamanya. Dengan menangis. Hanya dengan tangis semua rasa akan tumpah…
***
   Hari ini saat yang ditunggu-tunggu. Amanda sudah saatnya melahirkan anak yang di kandungnya.
    Sudah beberapa jam Amanda dan ibunya berada di kamar persalinan. Ia melahirkan dengan normal, tanpa mau melalui operasi cesar, meski dokter menyarankan demikian.
    Tak berapa lama suara tangisan bayi terdengar. Disertai teriakan Amanda. Keringat membasahi wajah Amanda, pucat, karena mengeluarkan banyak darah. Namun ia tersenyum bahagia. Terlebih ada ibu yang setia mendampinginya.
“Bisa saya liat anak saya suster….”.
   Suster mendekatkan bayi yang belum selesai di bersihkan di samping Amanda.
“Perempuan Manda… Mirip kamu….” Sang ibu menjelaksan.
   Manda tak henti-hentinya tersenyum. Suster mengambil lagi sang bayi. Untuk di berikan perawatan lebih lanjut. Beberapa suster lainya mengurus Amanda.
***
Di ruang perawatan…
Ma…” Amanda berkata lemah. Wajahnya masih pucat.
“Ya sayang…. Mama di sini untuk kamu…”
“Ayahnya… Ayah bayi itu….”
   Amanda berkata terputus-putus… Wajahnya semakin pucat.
“Ya nak… Jangan pikirkan pertanyaan mama waktu itu… Mama nggak akan bertanya lagi… yang penting bayi kamu dan kamu sehat….” Sang mama berkata lembut, hampir berbisik di telinga Amanda.
   Nafas Amanda terlihat berat. Wajahnya semakin pucat.
“Ayahnya adalah… Papa….”
   Vonny tersentak,  serasa tak percaya mendengarnya. Namun ia coba mendengarkan penjelasan sang putri.
“Papa yang melakukan itu. …. Saat Manda pulang tengah malam dalam keadaan mabuk…”
“Ia bukan suami yang baik untuk mama…. Tinggalkan dia ma… dan Manda mohon… Tolong jaga anak Manda baik-baik…..”
   Manda berkata terputus-putus. Nafas Amanda semakin berat. Wajahnya pucat.
   Vonny tak kuasa menahan air mata. Tanganya menggenggam jemari Amanda yang dingin. Ia tak tau harus berkata apa… Antara marah terhadap suminya, kecewa, sedih… bercampur menjadi satu. Ingin rasanya ia berteriak sekuat tenaga untuk menumpahkan segala rasa.  Namun Amanda menguatkan dirinya.
“Mama jangan menangis….”
“Manda sayang mama….”
   Kata yang membuat sang mama tersenyum. Meski air mata Vonny tak berhenti mengalir. Amanda tersenyum. Sorot matanya perlahan meredup dan tertutup.
   Dan kali ini Vonny benar-benar berteriak sekuat tenaga…
***
Lima tahun kemudian.
“Mama… Manda sayang sama Mama… Kata Eyang Manda mirip mama…”
   Amanda kecil bersama Vonny. Menebar bunga mawar putih kesukaan Amanda. Di atas pusara yang  sunyi… Amanda di sana, dalam tidur panjangnya…
   Senyum itu… Senyuman terakhir yang masih membekas di hati Vonny… Senyum yang kini menjelma pada sosok Amanda kecil…
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar