Jumat, 20 Januari 2012

Aku mencintaimu, Anakku...


Los Angeles, 12 February 1997
    Kupandangi helai demi helaian Kota Los Angeles sore itu. Keramaian tampak berada di sepanjang jalan. Mobil-mobil, bus-bus kota melintas kencang melewati toko roti milikku, berjalan ke arah yang akan dituju. Burung-burung gereja tampak berterbangan di angkasa, membentangkan sayapnya lebar-lebar dan bersiul. Matahari sore tampak bersahabat. Sinarnya cerah dan terang benderang. Awan kebiru-biruan bergulung-gulung di langit, menambah suasana sukacita di hatiku. Angin sore berdesir perlahan demi perlahan. Membuat pohon srikaya yang berada di sebelah toko roti milikku, melayang-layang. Suasana Los Angeles yang begitu ramai, membuat hatiku merasa bahagia dan tak suntuk.
     Kupandangi kembali langit. Kutersenyum kepada langit. Langit tiba-tiba mengingatkanku kepada sesosok gadis. Ya, sesosok gadis yang cantik, manis, dan bersahaja. Kulukiskan wajah gadis itu dibalik untaian-untaian awan. Wajahnya yang manis dan begitu memesona, rambutnya yang panjang tebal, dan senyumnya yang begitu indah dan menawan. Saat ini, aku begitu merindukan sosoknya. Sosok gadis spesial dihadapanku, sosok gadis yang lain daripada lainnya. Aku begitu rindu padanya. Saat ini, dia sedang berada di Kota London, Inggris menuntut ilmu di sebuah asrama elite dan tak tahu kapan kembali ke kota tempat tinggalnya ini, Los Angeles. Jika mungkin saat ini dia berada di sampingku, dia pasti akan memelukku lalu mencium pipiku sambil berkata, ”Aku sayang sekali sama Ayah! Ayah adalah penguat hatiku yang rapuh..,” Aku selalu ingat kata-katanya. Kata-kata yang sangat menarik kudengar dan tak akan kulupakan. Gadis itu mengajarkanku berbicara mutiara, berbicara menyentuh khidmat, menyentuh hati. Gadis pecinta persahabatan, gadis perindu kedamaian, dan gadis penyentuh hati. Selama satu menit, kupejamkan mataku. Mengingat segala tentangnya. Wajahnya, senyumnya, dan kebaikannya. Kubuka perlahan mataku. Mendapati suasana kota yang masih terlihat ramai. Kuhembuskan napas, sehingga napas yang ku keluarkan, bergabung dengan hempasan-hempasan angin sore saat itu. Andai dia ada disini, Aku akan menggenggam tangannya dengan erat sebagai pertanda aku begitu menyayangi, mencintai, dan tak mau melepaskannya...
Salam Hormat,
Aldrian, Ayah dari seorang putri cantikku


1 komentar: