Senin, 14 November 2011

Smile of Girls


    Tahun 1954-an tinggallah seorang gadis di sebuah desa yang bernama Desa Wonosina. Gadis itu bernama Caca. Ia berumur dua belas tahun. Dia tinggal bersama adiknya yang bernama Cathrine. Mereka tidak tinggal bersama orang tua mereka karena orang tua mereka memindahkan mereka di Desa Wonosina karena saat anak-anak mereka lahir, pada cacat semua. Jadi,mereka tidak sudi mempunyai anak cacat.Akhirnya,mereka memindahkan mereka ke Desa Wonosina. Sebelum ditinggal pergi, Caca dan Cathrine diberi kalung yang berbentuk love. Agar orangtua mereka bisa mengenali anak-anaknya di waktu dewasa nanti.
    Hidup masyarakat Desa Wonosina sangat miskin dan serbakekurangan. Jika mereka berdagang, harus keluar desa dan pergi ke kota. Setiap pagi, Caca dan adiknya berjualan kue basah di sebuah kota yang sangat jauh dari desa mereka tinggal. Mereka berdagang dari pukul tujuh pagi sampai pukul lima sore. Hasil yang mereka dapat pun tidak seberapa. Pada suatu hari, Cathrine bertanya, ”Kak Caca, kenapa sih orang tua kita tega membuang kita di Desa Wonosina ini?” Lalu, Caca menjawab, ”Sudahlah Cathrine, Jangan pikirkan mereka! Mereka adalah orang tua yang tidak punya perasaan. Membuang kita karena kita cacat. Pikiran mereka memang dipenuhi oleh harta. Tidak memikirkan anak. Sudah, Jangan pikirkan! Kak Caca marah kalau kamu memikirkan orang tua kita,” kata Caca dengan wajah emosi dan bermata tajam. ”Ya sudah, Kak,” kata adiknya. ”Tunggu dulu Cath,” seru Caca ketika Cathrine menuju tempat tidur.”Ada apa lagi, Kak?” tanya Cathrine. ”Cath, maafkan kakak, ya! Kakak sudah membentak kamu. Maafkan kakak, ya,” kata Caca sambil memeluk adiknya. ”Iya aku maafkan kakak, tapi, kakak maafkan aku juga ya,” jawab Cathrine, memeluk kakaknya. ”Iya kakak maafkan. Tapi, kenapa Cathrine tanya begitu?” tanya Caca sambil melepaskan pelukannya. ”Kak, kan kalau anak ada orang tuanya,pasti kalau minta dituruti.Aku pingin begitu kak,” jawab Cathrine.”Memangnya,Cathrine mau minta apa?” tanya Caca.”Aku pingin minta dibelikan boneka Barbie,boneka kesenangan anak perempuan itu lho kak,” jawab Cathrine lagi.”Hah!Cathrine mau itu? Itu harganya pasti mahal Cath,” kata Caca tercengang. ”Iya sih kak memang mahal tapi,aku pingin,” kata Cathrine. Mukanya tampak memelas. ”Kalau begitu,kita harus cari uang banyak untuk membeli boneka kesukaan Cathrine itu,” kata Caca. ”Iya aku aku setuju kak,” kata Cathrine bersemangat. ”Oke sekarang,kita tidur dulu ya,” kata Caca. Cathrine mengangguk. Akhirnya, mereka tidur dengan mimpi yang indah.
    Pagi yang cerah, ayam berkokok, burung-burung bersiul dengan senang. Matahari pun bersinar sangat cerah. Terlihat, Caca dan Cathrine sedang bersiap-siap berjualan kue basah di kota. ”Hari ini, kita harus dapat uang banyak untuk membeli Boneka Barbie! Harus!” tekad Cathrine. ”Iya kamu benar Cath. Ayo kita berangkat!” kata Caca sambil menggandeng tangan Cathrine keluar rumah.
    Pukul lima sore tepat. Mereka telah selesai berjualan kue basah. Dan sekarang, mereka sudah sampai di rumah mereka. ”Alhamdullilah kak, uang kita sudah lumayan banyak,” kata Cathrine senang.”Iya, Dik. Alhamdullilah,” ucap Caca. Tiba-tiba, seorang pria berpakaian preman datang ke desa mereka. Ada apa, ya? Pria itu hendak pergi ke kantor Kepala Desa. Caca dan Cathrine curiga. Dan akhirnya, mereka menguping di balik pintu rumah Pak Kepala Desa. ”Heh, Kepala Desa, kamu sudah nunggak bayaranmu selama tiga bulan. Dan sekarang, kamu harus bayar!” kata pria berpakaian preman itu. ”Aduh, maafkan saya. Sekarang, kehidupan kami serbakekurangan, jadi, saya tak dapat melunasi hutang-hutang desa ini,” jawab Pak Kepala Desa. ”NDAK ADA ALASAN! Kalau kamu tidak bayar, terpaksa desa ini akan saya tutup dengan cara dibakar,” kata pria itu.Caca dan Cathrine kaget.Ia berdoa dalam hati, Ya Allah tolonglah kami! Kami sangat butuh bantuanmu,Ya Allah, tolonglah kami! Dan, ternyata Desa Wonosina di bakar oleh pria preman itu. Akhirnya, mereka pergi meninggalkan desa nahas itu. ”Kak,kita akan tinggal dimana?” tanya Cathrine sambil menangis. ”Hiks..hiks...hiks...hiks....kakak..tidak tau dik,” kata Caca sambil terisak-isak. ”Kakak jangan menangis! Cathrine jadi ikutan sedih,” kata Cathrine. ”Iya kakak ngak boleh nangis, tidak boleh!” tekadnya. Tiba-tiba, sebuah sedan hitam berhenti di depan mereka. Dan, keluarlah seorang ibu berpakaian lengan panjang dan berjilbab merah muda. Dia mendekati Caca dan Cathrine. ”Dik, kenapa desa itu tidak ada yang tinggal?” tanya Ibu itu. ”Bu, desa itu sudah dibakar oleh seorang preman. Karena, Pak Kepala Desa tidak mampu membayar hutang-hutang,” jelas Caca. ”HAH! Astaugfirullah ‘alazim. Ya Allah, apa yang sudah kuperbuat dengan anak-anakku, Ya Allah?” Ibu itu tiba-tiba jatuh dan menangis tersedu-sedu.Caca dan Cathrine iba melihatnya. Caca dan Cathrine segera menghampiri ibu itu. ”Ibu ada apa?” tanya Caca dan Cathrine, berbarengan. ”I..tu...anak...anak...I..bu..ibu buang kesitu..huhuhu....” tangis Ibu itu semakin kencang. ”Memang kenapa ibu membuangnya?” tanya Caca. ”Karena anak-anak ibu lahir dengan cacat,” kata Ibu itu berhenti menangis. Caca dan Cathrine semakin yakin kalau dia adalah ibunya. ”Bu, coba ibu kenalin kalung ini,” Caca memberikan kalung itu kepada ibu itu. ”Ini kan kalung anak ibu,” kata Ibu itu. ”Berrarti kamu anak ibu,” Ibu itu menebak. Caca dan Cathrine langsung berteriak, ”IBUUUU,” “Anakkuuuu, aku rindu pada kalian, Nak. Maafkan ibu telah membuang kalian. Maafkan ibu,” Ibu itu kembali menangis. Ibu itu menceritakan kepada anak-anaknya kenapa ia membuangnya ke Desa Wonosina. Caca dan Cathrine mengerti dan memaafkannya ibu mereka. Akhirnya, mereka bertemu juga dengan ibu mereka dengan tatapan senyum. Mereka hidup bahagia.....




Tidak ada komentar:

Posting Komentar